A.
Pendahuluan
Secara harfiah “sirri” itu artinya “rahasia”.
Jadi, nikah sirri adalah pernikahan yang dirahasiakan dari pengetahuan orang
banyak. Nikah siri, yaitu pernikahan yang dilakukan oleh wali pihak perempuan
dengan seorang laki-laki dan disaksikan oleh dua orang saksi, tetapi tidak
dilaporkan atau tidak dicatatkan di Kantor Urusan Agama (KUA). Dahulu yang
dimaksud dengan nikah siri yaitu pernikahan sesuai dengan rukun-rukun
perkawinan dan syaratnya menurut syari’at, hanya saja saksi diminta tidak memberitahukan
terjadinya pernikahan tersebut kepada khalayak ramai, kepada masyarakat, dan
dengan sendirinya tidak ada walimatul-’ursy.
Istilah nikah siri bermakna sebuah akad
perkawinan yang dilakukan secara diam-diam dalam arti tanpa dilaporkan dan
dicatatkan pada lembaga negara dalam hal ini pejabat KUA dan jajarannya juga
tanpa adanya walimah untuk memberitahu para tetangga dan sanak saudara.
Nama lain adalah pernikahan di bawah tangan. Istilah nikah siri
sebenarnya sangat khas di Indonesia karena tema ini tidak umum dipakai di
negara lain walaupun praktik serupa juga terjadi. Di negara-negara Teluk,
misalnya, dikenal istilah nikah al-misyar (نكاح المسيار). Nikah misyar adalah pernikahan yang dilakukan secara
diam-diam antara seorang pria yang sudah bersuami dengan wanita karir
yang secara ekonomi sudah mapan tapi terlambat kawin. Si pria melakukannya
secara diam-diam tanpa seizin atau sepengetahuan istri pertama, dan si wanita
pun menyadari keadaan ini dan tidak menuntut perlakukan adil. Cukuplah memberi
nafkah batin sesekali dan tidak meminta nafkah yang lain.
Secara syariah, nikah siri adalah sah
asalkan sudah memenuhi syarat minimal dari sahnya suatu pernikahan yaitu adanya
wali dari pengantin wanita, dua saksi, mahar dan ijab kabul (serah terima) antara
calon mempelai lelaki dan wali pengantin perempuan. Karena nikah siri hukumnya
sah, maka tidak ada seorang pun yang dapat menghukuminya sebagai nikah yang
batil. Dr. Yusuf Qardhawi mengingatkan kita dalam salah satu fatwanya agar kita
tidak mudah mengharamkan sesuatu yang halal atau menghalalkan sesuatu yang
haram karena konsekuensi hukumnya sangat berat dalam Islam yaitu murtad. Bahwa
nikah siri yang dilakukan kalangan pejabat dan pengusaha dianggap menyalahi
etika sosial, dan dikategorikan sebagai pelecehan terhadap wanita itu soal
lain.
B.
Fenomena Nikah Siri
Dikalangan Masyarakat dan Pejabat
Akhir-akhir
ini, fenomena nikah siri memberikan kesan yang menarik. Pertama, nikah siri
sepertinya memang benar-benar telah menjadi trend yang tidak saja dipraktekkan
oleh masyarakat umum, namun juga dipraktekkan oleh figur masyarakat yang selama
ini sering disebut dengan istilah kyai, dai, ustad, ulama, atau istilah lainnya
yang menandai kemampuan seseorang mendalami agama (Islam). Kedua, nikah siri sering ditempatkan menjadi sebuah pilihan ketika seseorang
hendak berpoligami dengan sejumlah alasannya tersendiri. Solusi untuk
menyelesaikan masalah yang sedang trend di masyarakat sekarang ini mudah saja.
Pertanyaanya
mudah saja : ingin hidup enak atau hidup susah? Setahu saya, Islam itu
mengajarkan hidup yang enak-enak saja. Narkoba dan khamr memang enak, tapi
tidak mengkonsumsinya lebih enak lagi. Rokok itu memang sedap (buktinya banyak
yang susah berhenti mengisapnya), tapi tidak merokok itu lebih sedap lagi.
Berzina memang nikmat, tapi jauh lebih nikmat lagi jika kita memiliki pasangan
hidup yang sah. Plong, tanpa beban macam-macam. Bahkan yang kelihatannya susah
pun sebenarnya enak. Anak kecil mungkin bisa bilang bahwa shaum itu tidak enak,
tapi orang dewasa yang berakal cerdas tentu akan berpikir lain. Seorang mualaf
mungkin merasa berat harus shalat lima kali sehari, tapi mereka yang sudah
rajin shalat dan merasakan manfaatnya tidak akan mau melewatkan waktu-waktu
yang indah dan penuh ketenangan seperti itu. Ah, kata siapa sih Islam itu
susah?
Kembali
pada pertanyaan semula : ingin hidup enak atau hidup susah? Ya, dalam
pernikahan itu yang penting ada ijab qabul, ada mahar dan saksi. Asal semua
persyaratan cukup, maka pernikahan pun sah. Tidak perlu membuat pengumuman
segala. Tapi apa benar begitu?
Sebenarnya
nikah siri itu (dalam bayangan saya) luar biasa tidak enaknya. Mau jalan-jalan
berdua susah, karena takut dicurigai macam-macam. Mau berduaan di rumah takut
dipergoki hansip. Takut, takut dan takut. Ya, memang sebuah kerahasiaan itu
identik dengan rasa takut.
Jadi
apa sebabnya pernikahan itu mesti dirahasiakan? Macam-macam alasannya, tapi
dengan segera akal kita akan tergelitik untuk membuat kesimpulan bahwa
something is wrong! Kalau semuanya baik-baik saja, tentu pernikahan tidak perlu
dirahasiakan. Pernikahan adalah sebuah hal yang bagus, mengapa mesti
ditutup-tutupi? Ataukah nikah sirriini hanya dijadikan sebuah bentuk lain dari
‘perselingkuhan yang legal’? Ingin punya istri lebih dari satu, namun takut
terus terang pada istri pertama, lantas menikah diam-diam di belakangnya?
Duhai, betapa rendahnya!
Atau
mungkin cara ini juga bisa digunakan oleh kaum artis yang tidak mau pamornya
turun? Bisa jadi. Orang-orang tertentu akan melakukan apa saja demi publisitas.
Termasuk merahasiakan pernikahan. Tapi intinya sama saja : ketakutan. Dan
ketakutan selalu identik dengan ketidaknyamanan.
Kalau
mau yang enak, ya hiduplah normal-normal saja. Jangan bebani diri sendiri
dengan rasa takut yang akan menghantui hidup kita selamanya. Kalau memang tidak
ada yang ditakutkan, tentu tidak ada yang perlu dirahasiakan. Memang kita tidak
perlu menghambur-hamburkan uang untuk membuat walimah supermegah sebagai
pengumuman resmi pernikahan, tapi merahasiakannya juga bukan langkah yang
tepat, sepertinya.
Pada
intinya pernikahan adalah suatu hal yang sakral,memang nikah siri dalam hukum
agama di halalkan,akan tetapi nikah siri hanya akan menimbulkan sesuatu kesan
yang tidak baik.kemungkinan juga akan menimbulkan fitnah karena tidak memiliki
surat nikah yang jelas sesuai peraturan di Negara ini.
Jadi
sebagai umat beragama yang mengetahui apa itu dosa marilah kita melakukan
sesuatu hal sesuai dengan ketentuan yang berlaku.jika memang kita merasa tidak
nyaman dengan pernikahan kita sehingga kita tidak ingin diketahui oleh banyak
orang berarti ada yang salah dengan pernikahan tersebut.entah bagaimana
salahnya,marilah kita mengevaluasi diri masing-masing.
C.
Dampak dari Nikah Siri
Pernikahan siri ini mempunyai beberapa
dampak positif dan dampak negative.antara lain:
DAMPAK
POSITIF :
1.
Meminimalisasi
adanya sex bebas, serta berkembangnya penyakit AIDS, HIV maupun penyakit
kelamin yang lain.
2.
Mengurangi
Beban atau Tanggung jawab seorang wanita yang menjadi tulang punggung
keluarganya.
Dampak Negatif :
1.
Berselingkuh
merupakan hal yang wajar
2.
Akan
ada banyak kasus Poligami yang akan terjadi.
3.
Tidak
adanya kejelasan status isteri dan anak baik di mata Hukum Indonesia maupun di
mata masyarakat sekitar.
4.
Pelecehan
sexual terhadap kaum hawa karena dianggap sebagai Pelampiasan Nafsu sesaat bagi
kaum Laki-laki.
maka
dengan demikian jika dilihat dari dampak – dampak yang ada, semakin terlihat
bahwasannya nikah siri lebih banyak membawa dampak negative di banding dampak
positifnya. Serta Akibat hokum dari nikah siri itu sendiri :
1.
Sebagai
seorang istri kita tidak dapat menuntut suami untuk memberikan nafkah baik
lahir maupun batin.
2.
Untuk
hubungan keperdataan maupun tanggung jawab sebagai seorang suami sekaligus ayah
terhadap anakpun tidak ada. “seperti nasib anak hasil dari pernikahan yang
dianggap nikah siri itu, akan terkatung-katung.Tidak bisa sekolah karena tidak
punya akta kelahiran. Sedangkan, semua sekolah saat ini mensyaratkan akta
kelahiran,”
3.
Dalam
hal pewarisan, anak-anak yang lahir dari pernikahan siri maupun isteri yang
dinikahi secara siri, akan sulit untuk menuntut haknya, karena tidak ada bukti
yang menunjang tentang adanya hubungan hukum antara anak tersebut dengan
bapaknya atau antara isteri siri dengan suaminya tersebut.
Oleh karena itu untuk kaum hawa yang akan
ataupun belum melakukan nikah siri sebaiknya berpikir dahulu karena akan
merugikan diri kita sendiri. Bagaiamanapun suatu perkawinan akan lebih sempurna
jika di legal kan secara hukum agama dan hokum Negara.
D.
Penutup
Kesadaran hukum bagi setiap warga negara untuk
mentaati dan mematuhi peraturan perundang-undangan, khususnya bagi perempuan
agar lebih cerdas, serta tidak lemah menghadapi bujuk rayu manisnya pernikahan
tanpa legalitas agama dan negara. Upaya penyadaran kepada perempuan akan hak-hak
yang harus dimilikinya terkait peristiwa hukum dalam pernikahan juga perlu ditegaskan.
Informasi yang harus turut disampaikan adalah regulasi dari pemerintah yang
membuat aturan yang mengikat dan tegas terkait maraknya pernikahan yang tidak
memiliki bukti otentik dan payung hukum yang sesuai dengan undang-undang
pernikahan nomor 1 tahun 1987 tentang pernikahan.
E.
Daftar Pustaka